Minggu, 19 Februari 2012

Tentang Straightedge dan Tentang Semuanya


    Saya menulis ini setelah membaca sebuah esai dari seseorang di sebuah zine dari Cirebon mengenai pen-judge-an Straightedger terhadap pemabuk, dimana di situ terlalu memojokkan Straightedge(r) secara umum. Tapi ingat, tulisan ini tidak bermaksud meng-counter tulisan itu ataupun penulisnya. Ini hanya sekadar sudut pandang yang lain mengenai hal yang sama. Jadi ini hanya semacam review dan tanggapan saja. Jadi jangan ditelan mentah-mentah! Hehe!
Pada intinya, tulisan di zine tersebut menceritakan bahwa pemabuk sering dicap menyebalkan oleh para Straightedger, karena efek dari mabuk yang sering merugikan orang lain. Tetapi menurut si penulis pemabuk juga harus mendapat simpati karena membutuhkan perhatian dan dukungan untuk lepas dari ketergantungannya (akan alkohol/drugs), dan bukannya dicap sebagai ‘ediot’ ataupun ‘looser’. Pemabuk adalah orang yang dibuang atau terbuang oleh keluarga dan lingkungannya. Jadi ketika ia ‘merasa’ terbuang, apa yang akan terjadi apabila mereka ‘dibuang’ lagi di scene. Bahkan teman si penulis memilih mati sebagai jalan terakhirnya karena ‘merasa dibuang’ dan malah menujukkan sikap ke-engganan diatur-nya dengan mabok terus sampe meninggal. “Tanggung, sekalian aja,” kata si pemabuk yang meninggal tersebut.
Saya setuju dengan sudut pandangnya apabila kita harus care terhadap teman-teman kita. Karena mereka adalah orang-orang yang kita sayangi. Tapi itu terpulang dari niatnya juga. Ketika ia mempunyai niat untuk sembuh total dari ketergantungan, (siapapun kita), kita harus mendukungnya. Dan untuk memberi support kepada teman kita, kita tidak perlu membawa ‘bendera’ kita. Tolong dengan tulus, apapun hasilnya itu urusan belakangan. Karena semua dimulai dari niat. Tetapi kalau ia tidak punya kemauan untuk sembuh, apa perlu kita memberi dukungan kepada dia? Bagaimana apabila ia memilih itu (drugs dan alkohol) sebagai jalan hidupnya? Apa perlu kita memberi dukungan, atau ocehan mengenai keburukan drugs/alkohol? Kita malah akan terlihat seperti preacher kosong. Semua orang juga sudah mengerti keburukan-keburukan dari alkohol/drugs. Tetapi mereka tetap memilihnya sebagai barang yang dikonsumsi, bahkan sampai menimbulkan ketergantungan dan efek yang tidak baik ke orang lain. Bahkan banyak para pemabuk (tidak semua) yang membenci orang lain yang tidak sepandangan dengannya, termasuk kepada paham Straightedge tanpa alasan yang jelas. Damn, apakah dia perlu mendapat support? Salah-salah para Straightedger malah dipikirnya fasis, lagi?
Ketika seseorang ‘merasa’ dibuang atau terbuang, dan akhirnya memilih untuk mengkonsumsi alkohol/drugs sebagai semacam media penyaluran kekesalan dan emosinya, apakah dia juga berpikir bahwa itu justru akan semakin menghacnurkan dirinya? Bahkan sifat alkohol itu destruktif dan temporer. Jadi ketika seseorang nmenjadi pecandu, itu semacam time bomb yang bisa meledak kapan saja. Jangan jadikan ‘broken home’ sebagai alasan seseorang melegitimasi pengkonsumsian zat-zat adiktif. Itu justru memperlihatkan bahwa ia sangat lemah dalam menghadapi masalah hingga menjadi seorang pecandu berat. Apa gunanya mempunyai banyak teman kalau dia malah memilih ‘barang’ yang notabene makhluk mati yang akhirnya bisa membuat dia mati?
Para Straightedger atau semua orang tidak memang mengenal teman si penulis esai tersebut (yang katanya meninggal karena memilih jalan itu sebagai wujud protes karena tidak mendapat perhatian). Demikian pula si penulis tersebut juga tidak mengenal semua Straightedger yang masing-masing mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda karena background yang berbeda-beda pula. Sebagai teman, memang kita sudah semestinya berada disamping teman kita yang sedang mendapat masalah untuk memberi masukan-masukan agar dia tidak terjerumus kepada zat-zat perusak tubuh itu. Curhat dan hang out bisa menjadi media untuk pelampiasan akan kekecewaannya terhadp kondisi rumah tangganya yang mungkin sudah hancur. Tetapi kadang-kadang seseorang justru mengikuti media alkohol/drugs, dan menjadikan semacam tempat pelampiasannya dibandingkan masukan-masukan dan pemposisian temannya sebagai teman curhat. Apakah teman-temannya kalah dengan alkohol/drugs sampai akhirnya dia menjadikan alkohol/drugs sebagai tempat berlabuhnya? Hingga akhirnya dia menjadi tergantung dan tidak mau ‘diatur’ lagi karena efek dari zat adiktif tersebut, bahkan dia sudah tidak mau menerima masukan dari teman-teman yang menginginkan dia untuk sembuh karena tetap menjadikannya seorang teman yang spesial.
Sebenarnya ini bukan masalah Straightedge atau bukan. Tiap kita mengetahui ada teman kita yang akan ‘menjerumuskan diri’ ke hal-hal yang tidak baik, sebagai true friends kita harus mengingatkannya, berdasarkan pada kesadaran semua orang bahwa alkohol atau drugs memang TIDAK BAIK, bukan orangnya yang tidak baik. Tetapi apabila seseorang secara sadar memilih untuk mengkonsumsi barang-barang itu, dan akhirnya menjadi pecandu hingga akhirnya mati, it’s his/her choice. Dia sadar bahwa dia telah kalah dengan dunia. Akhirnya cap ‘looser malah dia yang bikin sendiri, kan? Saya tidak mau mempermasalahkan kematiannya, tapi saya juga tidak akan menjadikannya seorang pahlawan dengan pilihannya itu. Is he/she still my friend when he/she dies by all stupid stuffs? YES, he/she abslutely is.
Dan kritik buat para Straightedger, jangan jadikan paham Straightedge menjadi sebuah alat pemecah-belah scene. Scene terasa lebih sempurna ketika beraneka-ragam. Ketika semua bisa saling respect, toleransi, dan saling membantu. Tunjukan bahwa scene kita bisa lebih bagus daripada keadaan masyarakat umum sekarang ini yang hanya bisa saling gontok-gontokan antar pihak yang berbeda pendapat. Unity in differences is stronger than unity in similarities. (El Vegano)
Dimuat di Betterday zine #13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar